Sabtu, November 03, 2007

Kairo itu Dunia Mimpi

“Kairo itu dunia mimpi”, kata kawanku dari seberang nun jauh di sana, Indonesia. Mungkin ada benarnya kalimat itu. Tapi mungkin juga salah. Bukankah disaat kita lelap dalam mimpi kitah toh akan bangun nantinya?. Setiap manusia ada tahap masing-masing. Ada masa disaat kita harus bermimpi, itulah masa disaat kita belajar bagaimana membangun cita-cita untuk menapaki jalan panjang. Juga ada masanya kita harus bangun, dan itulah hidup nyata setelah kita lama menata dan mencoba untuk membangun tembok kehidupan dari bata-bata yang kita kumpulkan dimasa kita belajar.

Tapi saya kadang merasa untuk meng-iya-kan apa kata sahabat saya lewat telephone itu. Lebih-lebih disaat saya seperti ini. Saya hari-hari ini merasa hidup saya hampa. Hampa dalam artian merasa tidak ada yang berarti samasekali.


Jam tujuh kadang sembilan pagi baru mulai tidur. Bangun kadang jam dua atau jam tiga sore. Semalam penuh tidak tidur baru jam tujuh atau sembilan pagi mulai tidur. Begitu keseharian saya. Karena saya merasa hidup yang “tidak berarti” tadi. Kadang saya mencoba untuk memeranginya dengan baca, jalan menyusuri lorong-lorong kairo atau apa saja yang bisa mengusir perasaan “tidak berarti itu”. Tapi masih saja hidup ini seperti kosong dan menjemukan. Mungkin ada benarnya kawanku itu, bahwa hidup di Mesir ini mimpi. Belum nyata. Hidup yang masih berkutat dalam benak. Hidup yang bukan sebenarnya hidup.

Menunggu. itu mungkin faktor yang menyebabkan saya merasa dalam keseharian ini kosong. Jemu dan membosankan. Entah kapan penggumuman kelulusan itu di tempel?. Saya tidak sabar ingin bangun dari hidup yang menjemukan ini; hidup yang nyata. Di sana di negeri saya tercinta.

Benar-benar menjemukan hari-hari dalam penantian ini. Yang seharusnya deg-degkan menunggu lulus atau tidak jadi luntur, karena terlalu lama masanya. Bahkan kadang merasa lena dan nyaman. Empires

Gama Empires akhirnya manjadi pelampiasan. Semalam saya main Game ini. Sudah lama sebenarnya saya tidak main game itu. Game kesukaan saya. Lima jam saya main game itu. Dari jam satu malam sampai jam enam pagi. Random Map setting yang aku pilih. Level dark Age, Feudal Age, Castle Age lalu level terakhir Imperial Age. Dan saya menang.

Puas karena menang. Sayapun merokok sambil merenung. Dan...“hidup ini seperi Game Empires”. Tiba-tiba benakku berkesimpulan seperti itu. Ada prinsip yang harus kita pegang, bahwa kita harus menang dalam permainan dengan segala strategi kita. Pun dalam hidup harus ada titik klimaks yang kita tempuh, agar hidup ini nyaman dan tidak diberontak oleh apa saja. Itulah yang dinamakan prinsip.

Dalam game Empires kita harus melewati lavel-lavel tertentu, untuk menjadi sempurna dan kuat dari serangan apapun. Ada lavel Dark Age dimana kita harus mengumpulkan dan menampung. Sampai nanti lavel Imperial Age yang disaat itu kita benar-benar bisa segalanya dan mampu untuk menyerang dan menindas lawan. Pun dalam hidup ada masa-masa tertentu. Ada masa kita harus belajar, atau dengan bahasa yang agak sedikit keren; mahasiswa. Sampai nanti kita benar-benar siap untuk menyerang dan menapaki hidup yang penuh dengan terjal.

Buku harian saya buka dan...”hidup dengan prinsip dan peganggan akan merasa nyaman meski kadang menjemukan dan banyak rintangan, sebaliknya hidup tanpa itu adalah keledai yang hanya membebek kemana majikan mengarahkan”. Itu yang saya catat dalam buku harian saya.

Dan saya sekarang merasa nyaman setelah berkesimpulan seperti itu. Prinsip yang dulu sempat pudar akhirnya terajut kembali dan seperti berkuncup lagi.

Mungkin “hidup di Kairo itu mimpi” itu ada benarnya kawan. Tapi sekarang saya berani berkata lantang bahwa hidup itu bukan mimpi, tapi hidup adalah kenyataan sejak kita dilahirkan sampai kita mangkat nanti. Hidup adalah kenyataan selama hidup kita berprinsip dan bertujuan kawan. Dan itu yang saya coba jalani sekarang kawan.

Kairo Lorong Sepuluh, 3/11/2007

1 komentar:

Anonim mengatakan...

ya, dunia tanpa rintangan adalah dunia tanpa kehidupan, ada ? kata chairil, hidup sekali ya hidup berarti.

seandainya pengantar menuju dunia selanjutnya bukanlah kematian, ya?