Sabtu, Oktober 27, 2007

'Menunggu'

Ada yang ingin saya sampaikan di sini, hal itu mengenai kelulusan kuliah saya. Tapi saya menjadi ragu ketika dengar desas-desus dari kawan. Cerita-cerita dari sahabat. Bahwa hasil kontrol langsung ke gedung Rektorat tidak meyakinkan. Pegawai rektorat bilang kalau “anda lulus”. Tapi kadang hasil itu bisa belok seratus persen dengan apa yang ditempel di papan penggumuman nanti; “anda tidak lulus”. Juga sebaliknya. Dari situ saya gamang untuk mau mengontrol kelulusan saya ke gedung rektorat.

Dari sejak saya kuliah di sini. Baru sekali saya kontrol langsung ke gedung Rektorat, karena keluarga saya sudah tidak sabar untuk menyuruh saya cepat-cepat pulang kalau lulus. Tapi kontrol kelulusan ketika itu tidak menghasilkan seperti apa yang diingini keluarga saya dan saya sendiri khususnya. Saya tidak lulus. Dan itu artinya saya tidak bisa pulang waktu itu dan harus setahun lagi di sini. Itu terjadi satu tahun yang lalu.


Hari ini tidak seperti biasanya. Saya bangun pagi meski matahari sudah terasa panas dan jam ada pada angka sepuluh. Tapi bagiku itu tergolong pagi karena hidup saya biasanya tak ubahnya kampret atau kalong atau kelelawar yang merasa tidak nyaman dengan matahari. Saya tidak takut matahari tapi saya merasa nyaman saja ketika malam karena kesunyian adalah kedamaian bagiku.

Tiba-tiba dalam benak saya terbesit dan tergugah untuk berangkat ke gedung Rektorat. Entah padahal beberapa hari ini saya sama sekali tidak kepikiran masalah kelulusan itu. Saya pasrah apapun hasilnya. Dan saya merasa nyaman untuk tidak memikirkan kelulusan itu. Tapi entah hari ini tiba-tiba saya terusik untuk cepat-cepat mandi dan pergi ke gedung Rektorat. Sayapun pergi mengikuti kata hati.

Pegawai Rektorat seumuran bapakku terlihat sibuk, mencatat, mencoret, membolak-balik kertas, dan sesekali memasukkan lintingan rumput kering; Cleopatra ke mulutnya. Dan,

“mohon maaf pak ganggu, bisa gak pak saya ingin kontrol kelulusan saya?, Please la pak”.
“kamu jurusan apa?”.
“Akidah Filsafat pak”, balasku.

Dia tinggalkan kertas yang tadi dibikin sibuk. Berdiri membuka lemari dan buku tebal dibuka. Dan

“nomer kamu berapa dan nama kamu siapa?”.
“Abdul Karim bin Musdal pak 1342”.

Buku tebal itu dibuka dan nama Abdul Karim bin Musdal tertulis di sana. Saya sudah melihatnya dan saya juga sudah tau apa hasilnya.

Tapi entah saya ragu untuk mengatakan itu. Saya juga ragu untuk membenarkan apa yang tadi saya lihat. Jadi gamang juga saya untuk mengabari keluarga saya di Indonesia yang sudah tidak sabar menyuruh saya untuk cepat pulang. Karena lagi-lagi saya teringat kasus kawanku itu. Lagi-lagi teringat desas-desus itu. Tidak lulus ketika kontrol di Rektorat belum tentu tidak lulus di papan penggumuman. Pun sebaliknya di gedung Rektorat mungkin dibilang lulus bisa jadi di papan penggumuman tidak lulus.

Entah apa masalahnya. Mungkin terlalu banyak mahasiswa. Mungkin juga karena proses belum selesai tuntas sehingga masih ada nilai mata kuliah yang belum masuk ke gedung Rektorat ketika kita kontrol. Atau mungkin pegawai di Rektorat itu salah melihat atau seenaknya sendiri menjawab karena banyak pekerjaan yang lebih penting. Semuanya mungkin. Tapi saya melihat dengan mata kepala sendiri.

Dan meski demikian saya harus tetap tidak menyampaikan kepada siapapun sampai penggumuman benar-benar ditempel, yang entah saya lulus atau tidak. Tapi yang jelas aku sudah sangat rindu sekali kepada Indonesia.

Kairo lorong sepuluh, 27/10/2007




1 komentar:

Sofi Mubarok mengatakan...

ehm, mabruk euy...!